Oleh: Ustadz M. Dhuha Gufron
Setiap kali ana memulai mengisi Kelompok Kajian Agama Islam (KKAI) di kampus STEI Hamfara selalu diawali dengan materi akidah sebagai landasan kebangkitan umat. Materi ini disampaikan pada waktu mahasiswa baru masuk, diterima dan dinyatakan sah menjadi mahasiswa STEI Hamfara, yaitu pada saat semester satu. Setiap sepuluh mahasiswa baru dikelompokkan menjadi satu kelompok untuk kemudian mereka dibimbing oleh seorang pembina KKAI. Jika ditotal, setiap tahunnya rata-rata ada 6 sampai 10 kelompok kajian. Untuk memulai KKAI itulah, biasanya ana menyampaikan materi pembuka kepada mereka.
AKIDAH SEBAGAI LANDASAN KEBANGKITAN
Dalam memulai materi akidah sebagai landasan kebangkitan, setidaknya ana memiliki lima bahan pembuka materi, yaitu misalnya: (1). Jika ada seorang pejabat naik haji dari uang korupsi, hajinya sah atau tidak? Jika ada seorang pelacur, pada bulan Ramadhan siang hari dia puasa terus malam harinya dia membuka toko menjual diri, puasanya sah atau tidak? dan contoh-contoh kasus lainnya dimana sesungguhnya hal itu terjadi karena problem akidah mereka. (2). Ana juga biasa membuka materi pertama dengan pendekatan bahasa, yaitu definisi akidah itu apa? Peserta tentu akan menjawab sesuai dengan informasi yang ada didalam benak mereka masing-masing, kemudian terakhir ana uraikan mana definisi akidah yang paling kuat. (3). Materi akidah juga bisa dibuka dengan cerita seseorang yang murtad karena tidak puas dengan Islam sebagai agama yang paripurna. Materi ini ana dapatkan setelah mendengar pemaparan suhu "Ust. Condro" dengan materi pak dhe-nya. (4). Pembukaan materi akidah juga bisa diawali dengan kisah Nabi Ibrahim dalam mencari tuhan. Waktu Nabi Ibrahim melihat matahari, terus melihat bintang, kemudian bulan...sampai akhirnya menyimpulkan bahwa benda-benda langit tersebut bukanlah tuhan, tetapi tuhan itu adalah Dia Yang Menciptakan benda-benda angkasa dan semuanya yang ada ini. (5). Untuk memulai materi akidah, ana bisa juga membukanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menggugah peserta, misalnya: Tuhan kita sama atau tidak? bahkan terkadang juga dengan semacam tantangan untuk membuktikan pertanyaan itu. Statemen: ana bisa membuat anda murtad (misalnya) ini juga bisa menjadi materi pembuka untuk menyampaikan akidah sebagai landasan kebangkitan.
Bahkan bisa saja dengan menceritakan kisah masuk Islamnya para sahabat Rasulullah saw, bagaimana Umar bin Khattab r.a. masuk Islam? Bagaimana Salman al-Farisi r.a. masuk Islam? dan lain sebagainya. Bahwa mereka masuk Islam dengan gayanya mereka masing-masing yang bisa saja setiap individu-individu itu berbeda, bahkan cerita itu bisa dikembangkan sampai pada kisah-kisah muallaf di masa-masa sekarang. Perbedaan mereka ketika masuk Islam itu hanyalah sebatas konteks saja, dimana konteks itu bukan menjadi faktor primer melainkan hanya faktor sekunder saja.
Lalu apa yang menjadi faktor primernya? Faktor primer atau faktor utama yang penting sekali dalam masalah keimanan seseorang sampai mereka memutuskan masuk Islam adalah faktor berfikir. Faktor ini dimiliki oleh semua manusia dimana dengan berfikirlah manusia bisa menemukan akidah yang bisa membangkitkan mereka.
(to be continue...)