Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebutkan, dalam kurun waktu tiga tahun, sebanyak 301 peristiwa tawuran pelajar terjadi di Jabodetabek. Dari seluruh peristiwa tersebut, sebanyak 46 orang pelajar tewas sia-sia.
Ketua Divisi Sosialisasi KPAI, Asrorun Ni’am mengatakan, meningkatnya aksi tawuran pelajar di Jakarta menjadi bukti tidak adanya figur yang bisa diteladani dan tidak sterilnya lingkungan sekolah.“Untuk tahun 2010 tercatat ada 102 kejadian tawuran dengan korban meninggal 17 orang. Sementara tahun 2011 menurun hanya ada 96 kasus dengan korban meninggal 12. Dan untuk tahun 2012 ada 103 kasus tawuran dengan jumlah korban tewas 17 orang,” Asrorun menjabarkan.
KPAI menganalisis ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan intensitas tawuran di kalangan pelajar. Di antaranya, banyaknya perilaku kekerasan yang terjadi di masyarakat, mulai dari lingkungan terkecil seperti keluarga, hingga lingkungan terbesar, negara.“Lemahnya pengawasan orang terdekat juga merupakan salah satu problem yang harus dibenahi. Pasalnya tersangka FR diketahui hanya tinggal seorang diri di Jakarta, sementara kedua orangtuanya berdomisili di Bali,” ujarnya.
Akibat proses pengawasan terhadap anak yang tidak maksimal ini, anak bisa melakukan apa yang dia mau tanpa ada batasan.Selain itu, KPAI juga menilai, media massa ikut berperan dalam pembentukan karakter pelaku tawuran. Banyak media yang menayangkan aksi kekerasan tanpa melakukan sensor.
Sementara, Ketua KPAI Badriyah Fayumi, menilai semua pihak bertanggung jawab terhadap sterilitas kawasan sekolah. Dengan begitu, para pelajar tidak punya kesempatan untuk melakukan tawuran.“Saat ini pihak sekolah hanya menjadikan sekolah sebagai wahana pendidikan. Artinya para guru hanya melaksanakan tugasnya mengajar, tidak pernah berkomunikasi dengan pedagang yang ada di sekitar sekolah,” kata Badriyah.
Seperti diketahui beberapa murid menyimpan senjata tajamnya di warung-warung yang ada di sekitar sekolah. Jika para guru ataupun pihak berwenang mengetahui hal tersebut, tentunya tidak akan ada korban.
“Kawasan sekolah steril, namun jangan bersikap eksklusif. Bersama-sama memajukan sekolah dengan setiap elemen yang ada,” ujarnya. (viva.co.id, 27/9/2012)